PERTENTANGAN
SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT
Definisi mengenai integrasi adalah suatu
keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas
terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan
kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian,
yaitu :
1. Pengendalian
terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem
sosial tertentu.
2. Membuat suatu
keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya
kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga,
lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan
persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama
dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi kerja sama, akomodasi, asimilasi dan
berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat secara
keseluruhan. Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan
prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik,
dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang
tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu
untuk mewujudkan integrasi bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan
mengatasi atau mengurangi prasangka.
1.
Faktor-faktor
yang menyebabkan pertentangan sosial
Pada umumnya secara
psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu
kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.
Oleh karena itu individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu
yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani,
maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya.
Perbedaan-perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh 2 faktor, yaitu
faktor pembawaan (Hereditas) dan faktor lingkungan sosial sebagai komponen utama
bagi terbentuknya keunikan individu.
Prasangka dan
diskriminasi merupakan dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut
dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari
peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan
sepuluh orang, golongan atau wilayah disertai tindakan kekerasan dan destruktif
yang merugikan. Prasangka mempunyai dasar pribadi, di mana setiap orang
memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah tampak. Melalui
proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk
membeda-bedakan. Perbedaan yang secara sosial dilaksanakan antar lembaga atau
kelompok dapat menimbulkan prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar,
bahkan melembaga (turun menurun) sehingga tidak heran apabila prasangka ada
pada mereka yang tergolong cendekiawan, sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi
prasangka pada dasarnya pribadi dan dimiliki bersama.
Enthosentrisme, yaitu
sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan
ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada
anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan
nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa
kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia
menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan. Proses
diatas sering dipergunakan stereotype,
yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap
tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan
golongan-golongan tertentu. Dalam melakukan penilaian mengenai sesuati,
seseorang cenderung menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub, seperti kaya
miskin, rajin malas, pintar bodoh. Kecenderungan menyederhanakan secara
maksimal ini disebabkan individu lebih mudaj melakukan hal ini dari pada
melakukan penilaian secara majemuk. Dengan demikian stereotype bukan saja suatu
kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan
secara berlebihlebihan. Penyederhanaan dan pemukul rataan mengandung
stereotype, sehingga merupakan dasar dari prasangka.
2.
Masalah-masalah
Integrasi Sosial
Konflik mengandung suatu pengertian tingkah laku
yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya
sebagai pertentangan yang kasar dan perang. Dasar konflik berbeda-beda. Dalam
hal ini terdapat tiga elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi
konflik yaitu :
1.
Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau bagian-bagiam yang terlibat
dalam konflik.
2.
Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam
dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai,
sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan.
3.
Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai
perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang
dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya,
misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang
paling kecil yaitu individu, sampai pada ruang lingkup yang paling besar yaitu
masyarakat :
1.
Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada
adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan-dorongan
yang antagonistik dalam diri seseorang.
2.
Pada taraf dalam kelompok, konflik-konflik ditimbulkan dari
konflik-konflik yang terjadi di dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan
pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma,
motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota-anggota kelompok dan minat-minat
mereka.
3.
Pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di
antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma
kelompok lain di dalam masyarakat tempat kelompok yang bersangkutan berada.
Perlu dicari beberapa bentuk akomodatif yang dapat mengurangi
konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui empat sistem, diantaranya
ialah :
1.
Sistem budaya seperti nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
2.
Sistem sosial seperti kolektiva-kolektiva sosial dalam segala
bidang
3.
Sistem kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan
(persepsi), perasaan (cathexis), pola-pola penilaian yang dianggap pola-pola
keindonesiaan, dan
4.
Sistem Organik jasmaniah, di mana nasionalime tidak didasarkan
atas persamaan ras.
Sumber :
id.wikipedia.org/wiki/Integrasi_sosial
Zen, MT. Sains,
Tekhnologi dan Hari Depan Manusia. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar